Kamis, 24 April 2008

Sikap Radikal terhadap Budaya

Sikap Radikal terhadap Budaya
Sekarang kita menyoroti tentang sikap konfrontatif atau radikal yang menolak budaya. Penolakan terhadap budaya menjadi sikap yang sangat eksklusif, karena mempertentangkan antara Kristus dan budaya, antara Allah dan dunia. Ada beberapa alasan orang-orang yang secara radikal menolak budaya.
Pertama, dunia ini sudah berdosa, jatuh ke dalam dosa, budaya pun. demikian. Maka, menurut mereka, budaya itu harus dibumihanguskan.
Kedua, karena budaya itu berdosa, maka lingkungan atau struktural pun sudah berdosa.
Kita harus jeli dan hati-hati dalam memahami sikap ini. Sebab jika kita mengatakan dunia berdosa, budaya juga berdosa, lalu bagaimana dengan diri kita yang berhubungan dengan dunia dan budaya? Karena lingkungan, budaya, dan struktural sudah berdosa, kita mau tinggal di mana? Kita mau hidup dengan siapa? Kita hidup bagaimana? Apa kita mau hancur leburkan itu semua? Dalam budaya orang Batak misalnya, antar-marga itu bersaudara. Apakah semua ini mau dihancurkan? Dalam lingkungan budaya ada arisan, paguyuban antar-agama, apa itu semua mau dihancurkan juga?
Nah, oleh karena itu, sikap yang ekstrim pada budaya, harus pada tempatnya. Kalau budaya itu mau dihancurkan, bagaimana dengan kita? Apakah kita bisa disebut manusia kalau tidak berbudaya? Manusia yang tidak berbudaya, sama dengan biadab. Tidak bisa dipungkiri kalau ada sisi-sisi budaya, lingkungan, atau struktural yang berdosa. Lalu, apakah semuanya hendak dibumihanguskan? Bahwa dosa harus dihancurkan, itu betul. Tetapi menyangkut budaya, kita harus membedakan antara budaya yang berdosa dan dosa itu sendiri. Yesus benci pada dosa. Tetapi jangan lupa, Yesus cinta orang berdosa. Karena itulah Yesus turun dari surga untuk menyelamatkan orang berdosa. Jadi, kita harus bisa membedakan antara orang berdosa dengan dosa. Dalam kaitan ini, jika ada budaya yang dirusak oleh dosa, maka budaya tersebut perlu diperbaiki, bukan dibuang atau dihancurkan. Budaya yang perlu dikembalikan kepada proporsinya. Dosanya yang harus dihancurkan, bukan budayanya.


Ekstrimis
Orang-orang berpandangan radikal, biasanya tegas dan kukuh pada pendirian. Tapi sikap seperti ini sering malah merepotkan. Bayangkan, mereka tidak segan melakukan tindakan ekstrim demi untuk “membersihkan” sesuatu hal yang dianggap sebagai dosa. Tidak bisa dibayangkan bagaimana wajah dunia ini kalau penghuninya terdiri atas kelompok-kelompok radikal. Jika di Indonesia ini ada kolompok radikal, maka negara ini tidak akan pernah bisa aman. Negeri kita tidak akan damai, kalau rakyatnya adalah kelompok radikal yang selalu memaksakan kehendak. Jika masing-masing pihak bersikukuh bahwa kelompoknyalah yang benar, timbullah bentrokan. Meski merasa diri “hebat”, pada dasarnya mereka pengecut karena hanya berani membenarkan diri sendiri, tidak berani menerima kebenaran orang lain. Sikap seperti ini sama sekali tidak benar.
Oleh karena itu kita harus berimbang dalam memandang sebuah konsep, dan berhati-hati untuk memutuskan satu sikap. Kita perlu pergumulan yang serius. Jadi, banggalah dengan kebudayaan kita. Tapi olahlah kebudayaan itu, bukan ditolak begitu saja. Namun juga jangan diterima mentah-mentah. Bagi pihak yang bersifat radikal menolak budaya, jangan ekstrim lalu irasional dalam bertindak. Jangan langsung menuduh benda-benda hasil budaya sebagai berhala. Kita harus seimbang dalam memandang segala sesuatu itu. Jangan pernah berpikir menjadi pahlawan dengan membela Yesus. Justru Yesus yang akan membela kita. Jangan berpikir bahwa dengan menghancurkan budaya yang kita anggap sebagai dosa, maka kita telah membereskan dunia. Tuhan yang akan membereskannya bagi kita. Kalau kita menghancurkan dunia yang kita anggap tidak beres ini, lalu di mana kasih karunia Allah. Di mana cinta kasih Allah? Bahkan orang berdosa yang tersalib di dekat Yesus pun diselamatkan.
Kita mesti berhati-hati, dan perlu mengerti secara komprehensif apa itu budaya. Jika tidak, maka kita bersikap seperti memisahkan gereja pada satu kutub, dunia pada kutub lain. Sehingga gereja dan dunia, atau Kristus dan dunia atau orang Kristen dan budaya itu terpisah dibagi dua: kutub utara-kutub selatan, barat-timur, lalu terjadilah konfrontasi, pertempuran. Ini sikap masa lampau, sewaktu gereja menempatkan diri terpisah dari dunia. Karena itu jangan terlalu bangga kalau Anda radikal, dan tampil beda. Tampil beda tidak selalu benar. Jangan merasa hebat atau benar jika bersikap radikal terhadap budaya. Tuhan yang menciptakan manusia, Tuhan yang menciptakan budaya, mengapa kita menghancurkannya?

Tidak ada komentar: