Jumat, 06 Juni 2008

PEMBERANTASAN CYBER – PORNO DI INDONESIA


Undang-Undang mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Proses pengesahan ini diharapkan merupakan bentuk kebersamaan berpikir dan bertindak para anggota DPR RI. Selain itu, semoga hal tersebut menunjukkan keseriusan para wakil rakyat dalam menyikapi pesatnya perkembangan teknologi informasi yang terjadi secara global dan meminimalisir efek negatif yang muncul karenanya. Kehadiran UU ITE ini tentu saja tepat sebagai langkah yang maju, konstruktif, strategis, dan berorientasi jangka panjang, terutama upaya UU ini dalam menutup situs-sistus porno yang banyak beredar di internet.

UU ITE sudah selayaknya mendapat apresiasi yang sangat baik oleh publik, karena diakui keberadaan situs-situs porno di internet selama ini telah menjadi sumber efek negatif penggunaan layanan jasa internet, terutama bagi generasi muda. Mesti kita ingat bersama bahwa pornografi dengan berbagai macam dampak negatifnya sangat mudah tersebar dan diakses siapa, kapan, dan dimana saja melalui jaringan internet. Hal tersebut tentu sangat mengancam sikap mental masyarakat, terutama anak-anak dan remaja. Berita di situs detikinet mengungkap bahwa banyak para ahli psikologi di dunia menyampaikan bahwa dengan melihat hal porno secara rutin bisa mendorong seseorang mempunyai hasrat seksual agresif yang berbahaya. Seringnya mengakses situs-situs porno juga berakibat munculnya kepercayaan dan persepsi terhadap seks yang tidak baik dan salah.

Pandangan terhadap seks yang salah dikarenakan dampak pornografi yang beredar di internet, menurut Mary Anne Layden dari Sexual Trauma and Psychopathology Program di University of Pennsylvania, akan memunculkan anggapan bahwa seks hanya seperti barang yang bisa diperdagangkan. Dan tentu akan menimbulkan pelecehan terhadap tubuh wanita yang hanya dianggap sebagai media hiburan seksual bagi laki-laki.

Tidak hanya itu, kemudahan dalam memperoleh materi pornografi melalui internet dapat membuat penyimpangan orientasi dan tujuan aktivitas seksual seseorang. Berbagai macam keanehan seksual yang ditampilkan dalam situs-situs porno yang ada akan membangun imajinasi yang tidak sehat. Tujuan seks bagi sepasang manusia yang seharusnya adalah proses regenerasi dan penghayatan cinta terdalam akan mengalami pergeseran. Seks pada akhirnya hanya sebagai wahana ekspresi yang liar. Hal ini dikhawatirkan akan memicu aktivitas seksual berbahaya yang dapat melahirkan perselingkuhan, pemaksaan kehendak, penganiyaan, dan bahkan pemerkosaan.

Besarnya efek negatif pornografi dan keberadaanya di dunia maya telah mendapat kecaman di masyarakat. Upaya penutupan, pemblokiran, dan pemberantasan cyber-porno telah menjadi isu yang mengemuka di tengah masyarakat. Meskipun upaya pemberantasan pornografi di internet hanya tertulis di satu pasal UU ITE, yaitu pasal 26, tetapi itu sudah berdampak banyak dan membuktikan keseriusan pemerintah dalam memerangi cyber-porno yang meresahkan banyak pihak.


Kontroversi Pemberantasan Cyber-Porno

Komentar beragam mencuat seiring upaya nyata Pemerintah untuk memberangus cyber-porno. Ada pihak yang ingin Pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut. Mereka berkomentar bahwa pornografi sama halnya dengan rokok. Rokok menjadi kenikmatan bagi sebagian orang dan menjadi musuh bagi sebagian yang lainnya. Begitu juga dengan pornografi. Sebagian orang memang tidak suka dengan pornografi, tapi ada juga sebagian orang lain yang menyenangi dan bahkan membutuhkan pornografi. Dengan asumsi demikian, seharusnya Pemerintah tidak gegabah dan merampas kesenangan dan hak sebagian masyarakatnya.

Komentar seperti ini tentu sangat tidak masuk akal. Sungguh sangat jauh apabila ingin membandingkan rokok dan pornografi. Pemerintah tidak menutup usaha rokok, meskipun banyak pihak yang menyerukan tentang efek negatif rokok dan tidak halalnya rokok, karena pertimbangan yang matang. Rokok telah melahirkan industri dalam skala makro dan mikro. Devisa negara yang berasal dari cukai tembakau jumlahnya besar. Industri rokok telah menyerap tenaga kerja produktif yang banyak jumlahnya. Industri rokok juga berhasil menggerakkan roda perekonomian di suatu wilayah. Dan yang tidak kalah penting, sumbangsih dan kepedulian perusahaan-perusahaan besar rokok terhadap lingkungan, sosial, budaya, olahraga, dan kemajuan dunia pendidikan di Indonesia cukup dirasakan manfaat dan artinya.

Coba bayangkan dengan industri pornografi di Indonesia. Tidak ada devisa yang disumbangkan untuk pembangunan negara. Tenaga kerja yang diserap hanya sedikit dan bahkan tenaga kerja yang ada, bekerja dalam tekanan dan paksaan. Melanggar semua bentuk norma yang ada di masyarakat Indonesia. Mengancam stabilitas mental dan sosial masyarakat, khususnya generasi muda. Menimbulkan efek kejahatan sosial di masyarakat, dan masih banyak lainnya. Layakkah rokok disamakan dengan pornografi? Sungguh sangat tepat jika industri pornografi dihancurkan!

Bagi mereka yang menyenangi dan membutuhkan pornografi, saatnya untuk introspeksi dan mengendalikan diri. Dewasa dalam mengelola nafsu tentu pilihan tepat demi menjaga anak-anak penerus bangsa terhindar dari degradasi moral. Untuk itu, Pemerintah harus memperhatikan upaya pemberantasan cyber-porno, yang dimulai dari penyadaran individu. Oleh karena itu tiga level yang diformat Pemerintah saat ini dalam memblokir situs porno, yaitu melalui masyarakat (kesadaran kolektif), lembaga, dan jaringan Internet Service Provider (ISP) dinilai sudah cukup tepat.

Hanya saja masih banyak hal yang mesti dicermati dalam upaya Pemerintah untuk membasmi peredaran situs porno di internet. Perlu diperhatikan, bahwa upaya Pemerintah saat ini baru sebatas melakukan pemblokiran. Pemerintah mengutarakan bahwa mekanisme pemblokiran adalah dengan cara menanam software di komputer yang telah diprogram untuk mencegah masuknya situs porno melalui jaringan internet. Kinerja software yang hanya bertugas untuk memblokir ini dirasa sangat sederhana dan sangat berpeluang besar untuk diakali oleh para penjahat cyber (hacker).

Pemblokiran situs porno oleh software yang dirancang oleh Pemerintah diperkirakan tidak jauh berbeda mekanisme kerjanya dengan beberapa software anti situs porno yang telah ada sebelumnya. Salah satunya adalah dengan merancang program tersebut untuk sensitif terhadap keyword (kata kunci) tertentu yang digunakan sebagai nama domain, misalnya xxx, sex, dan beberapa kata lainnya yang sering digunakan sebagai nama domain situs-situs porno. Pemberlakuan sistem kerja ini memungkinkan aplikasi dapat memblok secara otomatis ketika keyword yang telah tersetting diketikkan. Cara ini tentu sangat mudah ditaklukan, yaitu hanya dengan mengganti nama domain situs porno dengan keyword yang tidak lazim. Sehingga, jangan heran ketika membuka alamat situs yang bernuansa religi di kemudian hari, tiba-tiba yang muncul adalah situs porno. Hal ini mungkin dilakukan untuk menghindari pemblokiran.

Cara lain yang mungkin dijalankan oleh softwre anti porno adalah dengan menyimpan data base alamat situs porno yang ada di seantero bumi ini. Hal ini sangat mungkin dilakukan dan lebih baik hasilnya karena apapun nama domain yang digunakan, seandainya dia terlacak sebagai situs porno akan disimpan dalam data base. Tersimpannya alamat situs-situs porno tersebut dalam data base akan membuat terbloknya situs itu secara otomatis saat akan dibuka. Kelemahan menonjol aplikasi yang bekerja dengan sistem ini adalah apabila alamat situs porno tertentu tidak terekam di data base maka dia akan dengan mudah diakses.

Untuk mengantisipasi kelemahan software yang dibuat oleh Pemerintah dalam memblokir situs porno, maka perlu ada langkah tegas pemblokiran dari pihak ISP. Dan yang lebih penting adalah pendekatan hukum yang tegas terhadap para penyebar pornografi di media internet. Karena apabila Pemerintah tidak menyentuh akar masalahnya, dikhawatirkan para pemilik dan perancang situs porno akan terus meningkatkan kreasinya dan tindakan negatif ini terus berlangsung tanpa henti.

Sementara itu, belum disahkannya Undang-undang Anti Pornografi dikhawatirkan akan menimbulkan polemik tersendiri dalam upaya penghapusan cyber-porno di Indonesia. Dalam UU ITE tidak terdefinisikan secara jelas mengenai apa itu pornografi, sehingga dapat memunculkan multi interpretasi terhadap apa yang dimaksud dengan pornografi. Dengan dalih beragam, karena tidak adanya keseragaman persepsi, maka pihak pelaku penyebar materi pornografi dapat berkelit dari tuntutan terhadap mereka. Untuk itu agar Pemerintah leluasa dan jelas dalam mengeksekusi kerjanya, maka pengesahan terhadap UU Anti Pornografi perlu segera dirampungkan. Sehingga akan jelas, batasan yang mana materi pornografi sebagai perbuatan terlarang, sebagai seni, sebagai bagian kearifan lokal, dan sebagai bagian dari edukasi. Hal ini pada akhirnya memudahkan Pemerintah dan pihak terkait lainnya dalam menindak cyber-porno.

Peran Pemerintah Daerah dan Masyarakat

Upaya Pemerintah untuk memerangi peredaran pornografi di internet, seharusnya turut didukung oleh Pemerintah Daerah. Selama ini banyak Pemerintah Daerah di Indonesia terkesan tidak peduli terhadap penyebaran pornografi di dunia maya. Salah satu contoh adalah Pemerintah Kota Bengkulu yang mencanangkan diri sebagai Kota Pelajar. Belum ada langkah atau kebijakan yang diambil oleh pihak Pemerintah Kota maupun juga pihak legislatif dalam menangkal cyber-porno. Tidak ada satu pun Peraturan Daerah yang dikeluarkan untuk mengatur hal itu. Bahkan, belum ada program atau kegiatan sosialisasi yang secara serius dilakukan oleh Pemerintah Kota Bengkulu kepada masyarakat pengguna dan penyedia jasa layanan internet agar menghilangkan dampak negatif penggunaan internet.

Peran Pemerintah Daerah tentu sangat signifikan kedepannya dalam mendukung penutupan situs-situs porno. Untuk itu diharapkan peran aktif dari Pemerintah Daerah untuk memperhatikan permasalahan cyber-porno. Terlebih pada saat ini telah lahir UU ITE, sehingga hal itu bisa menjadi rujukan dalam membuat Peraturan Daerah untuk mendukungnya. Tidak hanya Pemerintah Daerah, lembaga dan organisasi keagamaan, kemasyarakatan, dan pemuda perlu merespon upaya pemberantasan cyber-porno dengan baik. Sosialisasi dan himbauan secara massif tentu akan berimplikasi positif untuk memenangkan perang terhadap cyber-porno. Sehingga, keberhasilan Pemerintah China yang telah terlebih dahulu memerangi cyber-porno dapat diikuti oleh Indonesia. Merujuk berita di eramuslim.com, diketahui bahwa sejak pencanangan program nasional penutupan situs porno satu tahun lalu di China, sampai saat ini mereka telah menutup lebih dari 44 ribu situs porno dan sekaligus menangkap 868 orang yang diduga berada di balik situs cabul tersebut.

Pada akhirnya, rencana besar untuk memberantas cyber-porno di Indonesia tidak akan ada artinya tanpa realisasi dan dukungan banyak pihak. Keluarga dan lembaga pendidikan yang sangat dekat dengan generasi muda sudah selayaknya concern terhadap persoalan ini. Tokoh dan ulama yang berpengaruh di tengah masyarakat sangat pantas untuk peduli dalam menyadarkan masyarakatnya. Pengusaha penyedia layanan jasa internet dan pelaku bisnis sejenis dapat lebih peka dan sadar atas kondisi ini. Apabila daya dukungnya sudah optimal dan Pemerintah memang serius, maka sangat mungkin peredaran pornografi, tidak hanya di internet, tetapi juga dalam skala yang lebih luas di media-media lainnya akan dapat segera berakhir. Mari bergerak bersama mewujudkan Indonesia sebagai negara bermoral dan beradab yang bebas dari pornografi dan praktik asusila lainnya.

Tidak ada komentar: