Jumat, 06 Juni 2008

KRISIS MORAL AKIBAT PORNOAKSI & PORNOGRAFI

Kita tidak boleh melupakan persoalan bangsa yang sudah mengalami kirisis multidimensi, karena apapun yang terjadi kehidupan ini harus berlanjut menuju keadaan lebih baik dari sekarang. Krisis yang perlu kita cermati itu diantaranya adalah krisis moral. Krisis moral mengakibatkan manusia kehilangan harkatnya sebagai manusia yang terhormat dan tertinggi derajatnya diantara makhluk ciptaan Tuhan lainnya di muka bumi.

Salah satu bentuk krisis moral tersebut adalah lahirnya media massa yang menampilkan gambar-gambar yang dapat diklasifikasikan sebagai pornoaksi dan pornografi. Sekarang, dengan mudah kita dapat menemukan tabloid dan surat kabar harian baik yang legal (ada ijin penerbitan ) maupun yang illegal ( tidak jelas pengelola redaksinya dan tanpa ijin ) menampilkan gambar-gambar perempuan dan laki-laki yang mengumbar nafsu syahwat manusia dengan ulasan berita yang mendalam tentang hubungan seksual tanpa etika maupun norma-norma kesusilaan yang bisa berdampak buruk kepada generasi muda yang membacanya.

Pemerintah seharusnya menggelar Dialog Terbuka Tentang Pornografi dan Pornoaksi Oleh Opinion Leader Menghadapi Segala Issue yang berkembang Di Tengah-tengah Masyarakat. Dialog yang menampilkan para pemuka agama, ahli komunikasi, aparat kepolisian dan tokoh pendidikan untuk mengulas lebih dalam tentang efek kehadiran dan upaya pencegahan pornoaksi serta pornografi dalam kehidupan di masyarakat.

Pengertian Pornografi adalah “visualisasi dan verbalisasi melalui media komunikasi, atau karya cipta manusia tentang prilaku atau perbuatan laki-laki atau perempuan yang erotis dan sensual tidak hanya membangkitkan birahi seksual semata. Tetapi termasuk perbuatan erotis dan sensual yang menjijikkan, memuakkan, memalukan orang yang melihatnya atau mendengarnya. Sementara, Pornoaksi adalah sikap, prilaku, perbuatan, gerakan tubuh, suara yang erotis dan sensual baik dilakukan secara tunggal atau bersama-sama”.

Persoalan pornoaksi dan pornografi di Indonesia menjadi persoalan yang rumit untuk dituntaskan , karena aktivitas ini melibatkan banyak pihak yang menjadi mata rantai pendukungnya .

Faktor Penyebab

Diawali dari teknologi komputerisasi yang semakin canggih, sekarang dengan mudah seseorang dapat memproduksi sebuah VCD porno. Hanya dengan memiliki satu master VCD, ia dapat melakukan penggandaan ratusan VCD yang sama dalam waktu yang singkat tanpa biaya dan peralatan yang mahal.

Dengan cara lain, tanpa memiliki master VCD porno, seseorang juga dapat dengan mudah mengakses situs-situs internet tertentu kemudian men “download” dan “mengcopy” gambar-gambar pornoaksi dan pornografi dalam bentuk CD. Lalu dari bentuk CD ini, seseorang dapat dengan mudah memproduksinya menjadi bahan tercetak yang berbentuk foto, tabloid, majalah, ataupun surat kabar.

Peredaran hasil karya dapat dengan mudah dilakukan , baik melalui penjualan langsung atau dijajakan di kios-kios tepi jalan. Sekarang sudah menjadi rahasia umum, banyak beredar tabloid-tabloid tanpa identitas menampilkan foto-foto yang diambil dari cover VCD porno dengan ulasan mengundang orang untuk melakukan aktivitas seksual. Ironisnya, yang mengkonsumsi ini adalah kalangan pelajar tumpuan harapan bangsa.

Sekarang pornoaksi dan pornografi juga telah merasuk ke ruang-ruang pribadi. Dengan teknologi kamera digital, handycam yang canggih dan semakin ringan, handphone dengan fasilitas kamera. Teknologi canggih ini semua merupakan sarana yang dapat dengan mudah menghasilkan bentuk-bentuk pornoaksi dan pornografi.

Faktor penyebab lainnya juga dapat berasal dari perbedaan persepsi tentang pemahaman pornoaksi dan pornografi itu sendiri dan ketidakmampuan masyarakat untuk menyikapi masalah ini dengan tegas.

Era globalisasi juga menjadi faktor penyebab maraknya aksi pornoaksi dan pornografi. Dalam era globalisasi sekarang, tidak ada lagi batasan negara dan bangsa. Teknologi komunikasi internet memudahkan orang dari berbagai belahan dunia berinteraksi dengan murah, interaktif dan seketika. Globalisasi juga mempengaruhi budaya bangsa. Budaya global yang mayoritas berorientasi kepada dunia Barat berpaham liberal dan sangat permisif terhadap budaya “Free Sex“, merasuk ke dalam pemikiran bangsa-bangsa lain di dunia. Pengadopsian yang salah kaprah terhadap paham ini mengakibatkan runtuhnya moral bangsa terutama generasi muda.

Budaya “Free Sex “ ini tanpa kita sadari juga disosialisasikan oleh media massa kita dengan tampilan pornoaksi dan pornografi di layar kaca dan media cetak.

Mengikisnya nilai-nilai keagamaan di masyarakat kita karena diterpa budaya hedonisme dan materialisme juga menjadi penyebab maraknya aksi pornoaksi dan pornografi.

Efek Pornografi dan Pornoaksi

Pengaruh tampilan pornoaksi dan pornografi sangat dirasakan terutama pada anak-anak dan remaja. Anak-anak yang mendengar dan melihat pornoaksi dan pornografi akan berpengaruh buruk terhadap imajinasi dan daya pikirnya untuk memahami penampilan yang belum pantas dilihatnya, karena usia anak-anak belum mampu memilih mana yang baik / benar dan buruk / salah untuk dirinya. Beberapa kasus pernah terjadi seorang anak memperkosa teman bermainnya karena terpengaruh melihat VCD porno .

Demikian juga halnya remaja. Usia remaja adalah usia yang sangat labil dan sedang dalam proses pencarian identitas diri. Melihat penampilan pornoaksi dan pornografi akan mendorong mereka untuk mencoba hal tersebut.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Sumatera Utara yang juga menjadi salah satu narasumber dalam dialog ini mengemukakan “bahwa dalam kenyataan, pornoaksi dan pornografi telah menimbulkan dampak negatif bagi umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya, terutama generasi muda, baik terhadap perilaku, moral (akhlak), maupun terhadap sendi-sendi serta tatanan keluarga dan masyarakat beradab seperti pergaulan bebas, perselingkuhan, kehamilan dan kelahiran anak di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, kekerasan seksual, perilaku seksual menyimpang, dan sebagainya “.

Selanjutnya MUI mengemukakan “bahwa membiarkan pornoaksi dan pornografi serta hal-hal lain yang sejenis terus berkembang dapat berakibat pada kehancuran bangsa; dan karena itu, perlu segera dilakukan upaya penghentiannya melalui tindakan konkrit, antara lain dengan penetapan peraturan perundang-undangan yang memuat ancaman hukuman yang tegas dan berat “.

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Melihat efek yang ditimbulkan pornoaksi dan pornografi , sudah seharusnya kita segera melakukan tindakan-tindakan proaktif untuk mencegah dan memberantas aktivitas ini. Aktifitas tersebut antara lain adalah sosialisasi hukum. Sosialisasi hukum perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya aktivitas pornoaksi dan pornografi . Hukum yang perlu disosialisasikan ialah pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diantaranya pasal 282 dan 283 yang substansinya mengemukakan tentang ketentuan aktivitas pornoaksi dan pornografi disertai hukuman yang mengikuti apabila ketentuan tersebut dilanggar.

Pencegahan juga dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Mengacu kepada pendapat nara sumber Drs. Sakhyan Asmara , Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Utara yang mengemukakan bahwa “ Agama merupakan salah satu faktor utama yang dapat memberantas, mencegah, menanggulangi pornografi maupun pornoaksi, maka langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Lembaga Pendidikan diantaranya adalah : Menambah jam tatap muka materi pelajaran agama dan memasukkan nilai-nilai agama kepada seluruh materi pelajaran; Mengajukan program tayangan Pendidikan Umum dan Pendidikan Agama ke media Televisi; Menertibkan cara berpakaian dan baju sekolah peserta didik; Menambah atau memberikan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah . Langkah –langkah dan kegiatan tersebut bertujuan untuk : Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan; Meningkatkan kualitas moral dan akhlak ; Mencerdaskan kualitas fisik, mental, moral, akhlak dan sosial ; Mencegah terjadinya dekadensi moral dan akhlak peserta didik “.

Peran media massa juga sangat diharapkan untuk mencegah dan memberantas pornoaksi dan pornografi. Dengan fungsinya yang sangat strategis membentuk opini publik yang kondusif kearah pencegahan dan pemberantasan yaitu dengan menampilkan tayangan-tayangan yang bermutu sesuai dengan citra budaya bangsa yang sopan dan beradab.

Seperti dikemukakan oleh nara sumber Drs. Danandjaja, MA, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sumatera Utara (KPID – SU), bahwa “ kehadiran akan peran dan tanggung jawab reporter di masa ini, bukanlah suatu pengecualian untuk mengasingkan diri dalam melakukan karya jurnalistik. Di masa ini sangat dibutuhkan kehadiran seorang reporter yang memiliki visi, misi, dan tanggungjawab untuk meliput berita yang dapat menumbuhkan iklim kesadaran berbangsa, bukan sebaliknya. Pendewasaan politik rakyat hanya mungkin dilakukan salah satunya melalui penyajian berita yang sehat dan objektif, bukan mengutamakan berita pornografi dan pornoaksi “.

Lebih lanjut dikemukakan juga “ kehadiran seorang reporter dalam meliput berita, hendaklah memiliki kesadaran bahwa media merupakan sarana pendidikan dan akses informasi kepada masyarakat yang sudah terdidik. Penyajian berita pornoaksi dan pornografi yang bersifat sensasional, secara perlahan-lahan dan pasti akan ditinggalkan oleh khalayaknya . Kehadiran reporter pada saat ini di dalam meliput berita dapat bertindak sebagai perantara antara media dengan khalayak. Mereka harus objektif, jujur, tidak memihak dan partisan, bertanggungjawab terhadap segala bentuk penyajian berita yang disiarkan oleh media. Aktualita penyajian terletak kepada keberanian untuk mengungkapkan fakta secara bijaksana dan objektif “.

Pornoaksi dan pornografi adalah sebuah refleksi mengikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa, dekadensi moral yang perlu dicermati dampak sosial psikologisnya. Menatap ke depan ,tentunya kita tidak mengharapkan lahirnya sebuah generasi yang terlena dengan imajinasi pornoaksi dan pornografi , karena hal ini akan membawa manusia kembali kederajat yang paling rendah sebagai binatang yang berfikir. Apalagi jika ia tidak dapat mengendalikannya , maka siksaan dunia berupa penyakit kelamin, AIDS akan membayanginya. Sementara di alam sana, siksaan dan ajab dari perbuatan zinah menanti di api neraka. Semoga keadaan ini tidak semakin parah, secepatnyalah hendaknya aparat penegak hukum, pembuat peraturan melahirkan kebijakan-kebijakan yang dapat memberantas pornoaksi dan pornografi .

Tidak ada komentar: