Selasa, 26 Agustus 2008

Ada apa dengan Filsafat ???


Filsafat berasal dari dua kata Yunani yaitu: Philo artinya mencintai dan Sophia artinya kebijaksanaan. Seorang filsuf adalah orang yang mengaku mencintai kebenaran. Para filsuf dizaman Yunani kuno, tidak berani mengatakan bahwa mereka telah memiliki kebenaran. Mereka tidak pernah mengklaim telah mendapat kebenaran.

Banyak orang yang takut belajar mengenai filsafat karena mereka beranggapan bahwa filsafat adalah tidak benar dan akan dapat mempengaruhi kehidupan dan pola pikir seseorang. Jika kita belajar filsafat maka yang menjadi pertanyaan adalah, apakah filsafat dapat membawa manusia kepada kebenaran?

Secara etimoligi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Filsafat terbagi dalam bidang teoritis yang mencakup metafisika, fisika, matematika dan logika. Sedangkan bidang praktis mencakup bidang ekonomi, politik, hukum dan etika. Semua bidang diatas terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Tugas filsafat diantaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan. Oleh para filsuf filsafat disebut sebagai induk ilmu sebab dari filsafatlah ilmu-ilmu modern dan kontemporer berkembang.

Filsafat mengajarkan agar kita menalar atau berpikir secara ilmiah dan hal ini sangat perlu dalam rangka peningkatan pemahaman iman di gereja secara umum dan dalam rangka peningkatan kualitas intelektual di lingkungan teologi secara khusus. Berpikir ilmiah adalah kegiatan berpikir yang mengikuti pola, dan model atau desain tertentu. Hal ini akan membawa kita berpikir secara logis dalam rangka membantu kita untuk mencapai kesimpulan secara tepat dan benar dengan cara menguji atau menilai kesalahan proposisi dan argumentasi yang ada baik secara formal (bentuk) maupun secara informal (isi).

Tuhan menciptakan manusia sebagai mahluk yang aktif berpikir dimana manusia memikirkan jalannya sendiri menurut persepsi yang dimilikinya (Amsal 16:19). Dalam berpikir manusia bisa melakukan kesalahan atau bisa juga berpikir dengan benar, karena itu agar dapat berpikir dengan benar maka dalam berpikirnya manusia harus melandasi pikirannya dengan sifat kagum, hormat dan taat kepada Tuhan (Amsal 1:7; 2:6; 9:10). Pikiran kita harus dipergunakan untuk menguji apa yang benar dan apa yang salah.

Manusia tidak dapat menutup mata akan pola pikir dunia sekelilingnya termasuk orang Kristen juga. Tetapi sebagai seorang Kristen sudah sepatutnya para pemikir-pemikir Kristen menyadari akan sejarah pemikiran Kristen. Seorang Kristen apapun jabatannya baik sebagai filsuf, ilmuwan, teolog, penatua, aktivis gereja maupun jemaat biasa, hendaknya menaruh Firman Allah yaitu Alkitab jauh diatas segala teori-teori buatan manusia. Solusinya adalah jangan kompromikan Firman Allah dengan teori manusia yang manapun. Sebagai seorang teolog maka sudah seharusnya kita mempelajari dan memahami filsafat ilmu dengan baik dan benar karena teologi akan selalu berhubungan dengan Filsafat.

Dalam teologi, masalah atau pergumulan yang dibahas adalah perbincangan mengenai Allah dan karya-Nya. Teologi dapat dipahami sebagai keyakinan dogma atau doktrin yang diakui kebenarannya. Teologi adalah sebagai fondasi kehidupan etika. Teologi sebagai berita yang diajarkan dan dalam perkembangannya sebagai pengetahuan yang dipelajari, dirumuskan secara metoda keilmuan. Dalam hubungannya dengan filsafat dan ilmu pengetahuan maka para teolog maka harus dapat mempergunakannya untuk memperkaya pemahaman teologinya dengan metode penalaran teologis yang dikaji dengan memahami metoda-metoda penalaran deduktif, induktif dan lateral. Karena itu teologi dapat dipahami sebagai metoda dan sebagai kegiatan berteologi.

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan merupakan bukti kreatifitas manusia dalam meresponi hidupnya. Berkembangnya ilmu didukung oleh faktor bahasa dan komunikasi. Manusia pada dasarnya merupakan mahluk kreatif yang terus menerus mengembangkan pengetahuannya, disebabkan oleh asumsi yang dimiliki, juga oleh karena peluang yang ada. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi kreatifitas manusia yaitu kondisi rasio, keterampilan belajar, intuisi dan kondisi emosi.

Setiap orang mengalami pergumulan masing-masing, tetapi secara umum pergumulan menjadi seorang Kristen dalam iman yang benar mengenai perkembang Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan kekristenan adalah pergumulan hidup bagi semua orang percaya. Kita berada di dunia yang dengan cepat berkembang dan mau tidak mau kita akan dipengaruhi dan akan senantiasa harus mengikuti perkembangan mutakhir dari ilmu pengetahuan baik secara praktis maupun teoritis.

Pada dasarnya prinsip yang harus diperhatikan jikalau seseorang Kristen mempelajari filsafat dengan membaca buku-buku filsafat apapun juga, maka semuanya itu harus dilakukan demi kemuliaan nama Tuhan. Dan jikalau iman dari orang yang membacanya dikuatkan olehnya, maka tujuan pembacaan dan pembelajaran mengenai filsafat tersebut akan dikatakan berhasil. Karena itu yang diperlukan adalah agar kita menjadi seorang yang mau belajar untuk terbuka, maka kita akan dapat mengamalkan lebih dalam dan lebih luas bagi kemajuan iman kekristenan.

Cara berpikir kita harus lepas dari cara berpikir kekanak-kanakan tetapi harus dikuasai oleh pikiran Kristus dengan menaklukkannya kepada Tuhan dan selalu beroperasi di dalam terang, kuasa dan hikmat Firman Allah (1 Kor.14:20; 1 Kor. 2:16; 1 Kor. 10:5; Ibr.4:12). Aktifitas berpikir penting sekali dalam pengambilan keputusan karena berpikir merupakan aktifitas pengambilan keputusan. Memang harus diakui bahwa dalam pendidikan teologi kita berangkat dari kepercayaan, keyakinan dan tentunya keyakinan itu harus dipahami dengan menggunakan akal budi supaya dapat dimengerti.

Dalam kehidupan sehari-hari menurut Baron, kita melakukan berbagai kegiatan berpikir dengan mengadakan diagnosa atau upaya mencari tahu sebab-sebab, mengadakan penyelidikan ilmiah, melakukan refleksi filosofis dan teologis; mencari pemecahan masalah-masalah permainan dan melakukan prediksi dan pengambilan keputusan dengan model berpikir yang ada secara deskriptif, preskriptif dan normatif.

Sejak awal terjadinya manusia dalam kitab Kejadian, Tuhan telah memerintahkan manusia untuk menundukkan alam dan Tuhan telah memberikan manusia hikmat pikiran untuk dipakai mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menaklukan alam. Akal manusia adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia yang dipakai untuk dapat mengerti FirmanNya dan menundukkan alam. Tetapi sayang ada manusia yang memakai akal pemberian Allah ini untuk melawan Allah. Sekalipun pengetahuan manusia berasal dari Allah maka harus disadari bahwa manusia tetap sangat terbatas. Manusia terbatas dalam memahami rahasia alam semesta, terbatas dalam tehnik dan pendekatan, terbatas dalam pengungkapan serta terbatas dalam melihat gambaran (metafora) dengan imanijasi (daya hayal) yang kita miliki.

Pada mulanya tidak ada pertentangan antara agama Kristen dan ilmu pengetahuan dan filsafat. Awal berkembangnya agama Kristen pada abad pertama, sudah ada pemikir-pemikir kristiani yang menolak filsafat Yunani. Mereka berpendapat bahwa setelah Allah memberikan wahyu kepada manusia, maka mempelajari filsafat Yunani yang non-Kristen dan non-Yahudi adalah sia-sia bahkan berbahaya. Tetapi pemikiran ini perlu dikritisi karena justru dengan mempelajarinya maka kita akan mengetahui kelemahannya dan dapat juga mengambil hal-hal benar yang terdapat dalam ajaran filsafat tersebut yang tidak bertentangan dengan kebenaran Alkitab.

Perlu diperhatikan bahwa sering sekali teologi, filsafat dan ilmu pengetahuan saling mempengaruhi. Semua perkembangan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan disadari atau tidak disadari mempunyai dampak yang sangat besar pada iman orang Kristen. Para teolog masa kini dapat terpengaruh dengan pandangan filsafat dan ilmu pengetahuan pada masa kini dan hal ini nampak jelas dalam teologi warna pemikiran teologi mereka. Pengaruh ini ada positifnya tetapi ada juga negatifnya. Pengaruh positif (menurut orang-orang Protestan) adalah Gerakan Reformasi dan orang-orang Katolik Roma mula-mula sangat mengutuk gerakan ini.

Pengaruh iman pada ilmu pengetahuan dan pengaruh ilmu pengetahuan pada iman adalah saling mempengaruhi, tentu saja keduanya juga terpengaruh perkembangan filsafat. Waktu trend filsafat adalah terjadi pada zaman rasionalisme yang sangat besar pengaruhnya pada ilmu pengetahuan maupun pada agama. Lalu apakah suatu kesimpulan empiris mutlak benar? Karena itu kita harus berpikir dan ketika kita berpikir kita sedang berusaha memahami, menguji atau menilai proposisi-proposisi. Yang dimaksud dengan proposisi adalah pernyataan (statement), ungkapan atau kalimat yang harus diuji kebenaran (keabsahannya) apakah layak diterima (dipertahankan) atau tidak. Seorang filsuf dari Scotlandia, David Hume (thn. 1711 s/d 1776) telah memberi peringatan bahwa kesimpulan empiris tidak pernah dapat dibuktikan benar. Ia menyangsikan bahwa ilmu pengetahuan dapat mencapai kebenaran mutlak.

Tugas dan panggilan pendidikan teologi adalah untuk mendorong individu maupun kelompok, memperlengkapi mereka sedemikian rupa sehingga mengalami pertumbuhan agar bertumbuh dengan baik dan ke arah yang lebih positif. Hal ini dilakukan agar peserta didik bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan kebenarannya, memiliki spiritualitas yang terpuji, berubah dalam karakter, moral dan nilai hidup. Ia juga diharapkan akan berkembang dalam keterampilan pelayanan pemberitaan firman Allah serta mampu mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah.

Filsafat tidak pernah dapat membawa manusia kepada kebenaran, dalam arti kata kebenaran "mutlak". Kebenaran relatip dan subjektip mungkin ada, tetapi kebenaran objektip dan mutlak tidak ada. Tidak ada filsuf yang berani mengklaim bahwa ia telah mendapat kebenaran mutlak dan objektip. Jika dalam dunia filsafat kita melihat bahwa para filsuf saling membantah satu sama lain. Berbeda halnya dengan dunia ilmu pengetahuan, orang mengulangi percobaan-percobaan yang diambil Galileo dan Newton, hasilnya selalu mendukung kebenaran teori-teori dan rumus-rumus mereka. Praktis semua ilmuwan dan filsuf ilmu pengetahuan terkemuka dalam abad ke-20 ini menyimpulkan bahwa: Sebuah teori ilmiah tidak pernah dapat dibuktikan benar, maksimal dapat dikatakan belum terbukti salah.

Apa yang diperingatkan Tertulianus pada abad pertama bahwa bagi orang Kristen mempelajari filsafat Yunani tidak ada gunanya bahkan berbahaya ada benarnya. Kita lihat dari uraian diatas bahwa bila seorang teolog terkesan pada filsafat Plato, maka dalam uraian-uraian teologisnya mau tidak mau ia masukan filsafat Plato (Augustinus). Bila ia terkesan pada filsafat Aristoteles, ia masukan filsafat dan metode berpikir Aristoteles dalam teologinya (Thomas Aquinas). Dizaman modern, bila ia terkesan akan rasionalisme ia masukkan filsafat rasionalisme. Demikian pula halnya dalam teologi modern bahwa kita lihat pengaruh eksistensialisme, fenomenologisme dll. Dan pada saat ini kita melihat juga bahwa orang sedang berusaha untuk mengembangkan filsafat post modernisme.

Post modernisme pada saat ini mungkin sudah mempengaruhi teolog, dan semua itu sudah tidak murni ajaran Allah lagi, tetapi ajaran Allah dicampur ajaran manusia. Augustinus dan Calvin biarpun tidak dapat menghindarkan diri dari kepercayaan mereka diluar Alkitab tetapi sangat menghormati Alkitab sebagai Firman Allah. Jadi dari pelbagai teologi yang ada, teologi Augustinus dan Calvin relatip murni. Tentu saja orang tidak dapat menutup mata akan dunia sekelilingnya termasuk orang Kristen. Tetapi hendaklah pemikir-pemikir Kristen menyadari akan sejarah pemikiran Kristen seperti telah diuraikan. Orang Kristen, baik filsuf, ilmuwan, teolog, penatua, aktivis gereja maupun jemaat biasa, hendaknya menaruh Firman Allah yaitu Alkitab jauh diatas segala teori-teori buatan manusia, karena itu kita perlu belajar dari sejarah. Solusinya adalah jangan kompromikan Firman Allah dengan teori manusia yang manapun.

Saya setuju usaha manusia untuk mendapat Alkitab yang seasli mungkin. Usaha ini disebut juga "Kritik Bawah" atau "Lower Criticism" atau "Text Criticism". Tetapi perlu diingat bahwa "Lower Criticism"-pun kalau itu adalah studi ilmiah maka kesimpulannya tidak pernah dapat dibuktikan benar, maksimal dapat dikatakan belum terbukti salah. Walaupun mempelajari "Higher Critisism" ("Source Criticism" dll) kita dapat menolak semua kesimpulan yang melemahkan iman. Terimalah Alkitab seadanya. Pakailah rasio, perasaan dan pengalaman untuk lebih mengerti Firman Allah dengan lebih baik, tetapi jangan kritik Allah dan Firman Allah seperti dilakukan kaum liberal dan beberapa orang anti-Kristen.
Ada banyak cara dalam membaca dan memahami isi Alkitab. Pola pikir vertikal dan lateral dapat membantu kita dalam pemahaman teologis, terutama pemahaman firman Tuhan. Kebiasaan berpikir demikian dapat mengembangkan sikap positif, kritis, kreatif, konstruktif dan realistis dalam kehidupan kita. Kita dapat memikirkan teologi yang kita baca secara komprehensif. Perhatian kita seharusnya jangan hanya tertuju kepada isi atau gagasan, melainkan juga kepada metodologi, pendekatan serta asumsi yang digunakan. Para teolog liberal menggunakan pendekatan “historical criticism” dan kaum Injili melihat Alkitab dari sudut pandang gramatikal-historis.

Dengan belajar filsafat maka kita akan semakin memahami cara berpikir dan akan melihat betapa hebatnya Allah, Sang Pencipta yang memberikan kreativitas, imanijasi serta intelegensia dalam kehidupan kita. Allah menginginkan potensi itu kita kembangkan dalam kontrol dan pengarahan Roh Kudus. Untuk itu pikiran kita harus diubah-Nya (Roma 12:1-2). Kita harus memberikan diri dibimbing dan dipenuhi-Nya (Ef.5:18; Gal.5:16-18). Dia juga mengubah kita dengan cara giat belajar dan berlatih untuk memiliki pola pikir yang kreatif.

Seorang teolog tentunya harus dapat memikrkan masalah penelitian teologi karena pada prinsipnya teologi tidak berbeda dalam prinsip dan cara dengan jenis penelitian lainya baik penelitian sosial, budaya, filsafat dan penelitian eksperimental. Teologi dapat dipahami dan dikembangkan sebagai ilmu dengan pendekatan khusus karena teologi memiliki sifat teologis di dalamnya. Ada keunikan tersendiri dalam teologi bila dibandingkan dengan prinsip atau cara kerja dan tujuan penelitian lain seperti riset sosial, psikologi, pendidikan, sains dan teknologi. Keunikan terletak pada pemahaman bahwa riset teologi membicarakan secara jelas arti teologi itu sendiri. Teologi dapat dipahami sebagai “subject matter” (pengetahuan, keyakinan) dan sebagai “metoda”, serta sebagai “aktivitas atau kegiatan berteologi” (doing theology).

Dengan berteologi maka kita sedang menerapkan metode tertentu dan melakukan pemahaman melalui pendekatan-pendekatan analitis, sintesis, evaluatif, deskriptif, preskriptif atau normatif. Dalam berteologi maka seseorang sedang mengembangkan dialog diantara teks (Alkitab, literatur teologi dan tradisi) dengan konteks saat ini. Melalui penelitian teks maka pada hakekatnya kita sedang melibatkan diri dalam studi Alkitab yang diperlukan untuk keterampilan hermeneutis. Studi Alkitab tidak saja membantu kita mencapai “knowing what” dari teks, tetapi juga kemampuan “knowing how” secara lebih dalam dan luas.

Dalam berteologi kita perlu melibatkan konteks, karena itu penelitian teologi pun tidak terpisahkan dari keterampilan menganalisa konteks sosial, budaya, ekonomi dan sejenisnya. Pendekatan ke studi teologi dapat saja ditempuh melalui studi historis (menekankan “what, was”) dengan studi literatur yang seksama (bibliografis) bila perlu disertai dengan pengamatan di lapangan secukupnya. Bisa juga pemahaman konteks kita capai secara deskriptif (describing as it is), lewat survey (angket), studi kasus dan melalui etnografis (pengamatan dan interview). Penelitian teologi dapat juga meminjam pendekatan eksperimentalis misalnya mencobakan suatu pola, model dalam pelayanan (mengajar, komunikasi) guna memperoleh efektivitasnya (what to be). Pendekatan riset penting sekali dalam pemikiran misi dan pekabaran Injil, apologetika, komunikasi, konseling Kristen dan pendidikan Kristen.

Yang perlu diperhatikan adalah, kita tidak hanya mencukupkan diri hanya belajar teologi sebagai “content” tetapi juga sebagai metoda dan aktivitas berteologia. Tujuan lebih jauh yang ingin dicapai melalui penelitian teologia adalah “theological construction”. Kita harus sadar dan perlu trampil dalam mengembangkan riset yang dapat memberi jawaban terhadap pergumulan konteks masa kini. Jawaban atau gagasan itu dapat dikomunikasikan (diajarkan) dengan baik karena didasari oleh Alkitab yang memberikan jawaban bagi manusia. Untuk mampu mengkomunikasikan hal ini maka sudah tentu penelitian teologi harus bersifat deskriptif, perskriptif, analitis, sintesis dan normatif.

Seorang pemikir Kristen (filsuf, ilmuwan, teolog) pada hakekeatnya tidak dapat menghindarkan diri dari pengaruh para filsuf lain dari zaman Yunani sampai sekarang. Tetapi terutama bagi seorang teolog hendaknya membuat Alkitab jauh diatas filsafat-filsafat, teori-teori serta spekulasi-spekulasi manusia. Jangan terbalik, karena para teolog liberal justru menaruh pengetahuan manusia yang terbatas di atas Alkitab. Yang benar adalah sebagai teolog kita harus menjadi seorang teolog Injili yang walaupun mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan namun kita tetap akan selalu menaruh Firman Allah diatas filsafat-filsafat dan teori-teori ilmiah buatan manusia.

Manfaat yang diambil dari mempelajari filsafat, adalah kita sebagai manusia dapat mengerti dan memahami apa yang kita akan dilakukan dari mulai sikap, metode berpikir, subtabsi masalah serta sisitem berpikir, juga dapat menjelaskan apa tentang apa, bagaimana dan untuk apa yang akan dilakukan oleh kita sendiri. Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari mempelajari Filsafat Ilmu adalah :
- Digunakan untuk melatih berpikir radikal tentang hakekat ilmu
- Dapat melatih berpikir relatif di dalam lingkup ilmu
- Dapat menghindarkan diri dari kemunafikan pengetahuan
- Dapat menghindarkan diri dari egoisme ilmiah

Perbedaan dari berfikir biasa, berfikir ilmiah dan berfikir filsafat adalah mengenai hasil dari berpikir tersebut. Berfikir biasa akan menghasilkan sesuatu yang biasa, yang mungkin hanya akan dirasakan oleh diri sendiri. Berfikir ilmiah akan menghasilkan sesuatu yang dapat dipertangung jawabkan secara ilmiah. Berfikir filsafat akan menghasilkan manfaat, arah yang jelas dari hasil berfikir itu.

Suatu ilmu harus didasari oleh asumsi filsafat karena ilmu memang harus dilandasi dengan filsafat sebab bila ilmu tidak dilandasi oleh berbagai asumsi filsafat dihawatirkan ilmu itu tidak bermanfaat, tidak bijaksana dan tidak benar sehingga pada akhirnya akan bertentangan dengan ajaran dogma teologi. Yang dimaksud dengan berfilsafat berarti berpikir itu memang benar adanya karena, berfilsafat akan selalu berusaha untuk berpikir guna mencapai kebaikan dan mencari kebenaran dari berbagai teori atau ilmu-ilmu, maka dengan berfilsafat itu berarti penyelidikan tentang apanya, bagaimananya dan untuk apa, berpikir dengan mengacu pada prinsip-prinsip tertentu secara disiplin dan mendalam. Sedangkan yang dimaksud dengan berpikir itu sendiri tidak berarti berfilsafat karena semua orang bisa berpikir tapi belum tentu dia sedang berfilsafat, karena berpikir kadang tidak dilandasi oleh filsafat sekalipun masih bisa dilakukan.

Berfilsafat berarti berpikir artinya berpikir dengan bermakna dalam arti berpikir itu ada manfaatnya, maknanya dan tujuannya, sehingga mudah untuk direalisasikan dari berpikir itu karena sudah ada acuan dan tujuan yang pasti/sudah ada planing dan kontrolnya. dan yang paling utama hasil dari berpikir itu bermanfaat bagi orang banyak.
tapi berpikir tidak berarti berfilsafat, karena isi dari berpikir itu belum tentu bermakna atau mempunyai tujuan yang jelas atau mungkin hanya khayalan saja. contoh: berpikir mengenai hutang yang belum bisa dibayar, berpikir ingin jadi kaya dan lain sebagainya.

Secara tidak langsung masalah filsafat memanfaatkan akal pikiran ke arah yang positif karena itulah ciri kemuliaan manusia dibanding mahkluk lain. Yang saya pikirkan bagaimana kita bisa berkarya dengan berpikir sehingga bermanfaat bagi orang banyak, jangan sampai kita hanya menjadi konsumen tapi jadilah produsen dalam kehidupan ini. Yang menjadi pertanyaan bagi seorang yang belajar filsafat dengan berpikir adalah: Apakah yang sedang saya lakukan dan pikirkan ini termasuk pada atau sedang berfilsafat? Apakah yang sedang dan sudah saya lakukan selama ini baik dalam memuntut ilmu pengetahuan maupun dalam bekerja sudah dirasakan dan ada manfaatnya bagi orang banyak?

Filsafat sebagai usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh.
Berbeda dengan ilmuwan yang memandang hanya pada satu pandangan khusus suatu keilmuan, mala filsuf melihat dunia dengan pemahaman yang menyeluruh dan total. Sehingga akan diperoleh kesimpulan-kesimpulan umum tentang sifat-sifat dasar alam semesta dan kedudukan manusia di dalamnya serta mencari hunbunganya.

Adapun manfaat yang didapat ketika mempelajari filsafat adalah terbentuknya sebuah pandangan baru terhadap fenomena keilmuan dan hakikat alam itu sendiri. Jika selama ini kita dihadapkan pada lokus dan focus fenomena tertentu maka dengan filsafat dinding lokus dan focus tersebut dengan sendirinya hancur bersamaan dengan pemikiran filsafat itu sendiri. Kita lebih memahami bahwa sebuah pandangan memiliki konsekuensi terhadap sikap yang akan kita ambil dalam menyikapi sebuah persoalan. Dengan filsafat, kita akan lebih bijak dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.

Lebih jauh, manfaat filsafat kembali pada tujuan filsafat itu sendiri. Dalam konteks ini, filsafat berusaha meluruskan kembali pemikiran-pemikiran seluruh bidang keilmuan pada aspek pragmatik manfaatnya yang sangat etis. Sehingga tanggungjawab etis pengamalan ilmu pengetahuan dan hakikat sesuatu menjadi lebih jelas. Karena filsafat merekonstruksi secara interdisipliner ontologism, potensi epistemologis dan fungsional etis yang semuanya sangat terkait dengan kepentingan tujuan hidup manusia itu sendiri. Dari uraian diatas artinya filsafat itu pentinglah untuk dipelajari bukan penting dong untuk dipelajari!!!